Juu Nin to Iro
Oleh : Huda Kismandana, Smanda 95
Di kepulauan Galapagos banyak terdapat species burung yang berbeda bentuk paruhnya. Asalnya mereka satu species. Tapi karena seleksi alam, mereka dihadapkan pada perbedaan objek yang dimakannya. Tiap mereka akhirnya menemukan makanan yang menjadi interestnya, kemudian menjadi default makanan pokoknya. Sehingga terbentuklah species-species baru.
Munculnya species-species baru ini semakin menambah variatifnya hayati burung di Ekuador khususnya dan dunia umumnya. Indahnya lagi, dalam variasi itu tidak ada saling rebutan makanan antar species. Tiap mereka saling memahami dan obey mana yang menjadi jatahnya dan mana yang menjadi jatah species lain. Prinsip berkeadilan dan menghormati telah menjadi common sense mereka. Wahai burung yang berkicau merdu di sana, adakah bangku sekolah yang mengajari dikau untuk saling mengormati dan menghargai ? Adakah ta’lim moralitas
yang dikau ikuti?
Jika saya analogikan ke human being, species-species burung itu adalah beragamnya kita yang
bersuku-suku dan berbangsa-bangsa. Beragamnya human being melahirkan pula perbedaan cara pandang, sikap hidup, budaya, dan lain-lain. Tiap kitayang zoon polticon secara otomatis
akan dihadapkan pada perbedaan itu. Tiap kita tidak bisa memisahkan perbedaan
itu karena memang kita diciptakan berbeda-beda. Tapi diciptakannya kita berbeda-beda bukan untuk saling konfrontasi, melainkan untuk saling kenal-mengenal dan menghormati satu sama lain.
Dalam bahasa Jepang ada peribahasa Juu Nin to Iro. Juu itu artinya sepuluh, Nin itu artinya orang, to itu sebagai kata sambung, Iro itu artinya warna. Maksud dari peribahasa ini bahwa setiap orang memiliki warna. Yaitu memiliki perbedaan-perbedaan dalam segala aspek sehingga memberikan warna tersendiri terhadap cara pandang, sikap hidup dan lain-lain. Warna itu akan menjadi indah jika dilukiskan pada tempat yang selayaknya. Substansi dari warna ini harus kita
jaga sehingga jika bertemu dengan warna lain menjadi asimilasi warna
yang indah bagaikan indahnya lukisan pelangi yang terbentang di jamrud khatulistiwa.
Seyogianya perbedaan diantara kita dijadikan hikmah. Sisi positifnya kita jadikan contoh dan referensi untuk kita tiru. Sisi negatifnyapun harus kita jadikan contoh dan referensi untuk tidak kita tiru. Kita pun harus terus belajar menghargai perbedaan. Adalah benar tidak
mudah menghadapi dan menghormati yang namanya perbedaan, terlebih jika perbedaan itu sangatlah menusuk personal space diri kita. Tapi bukan berarti kita harus menjauhi perbedaan itu. Karena boleh jadi perbedaan yang kita hadapi itu adalah sub proses dari proses menuju kedewasaan yang sejati.
Di sisi lain, dalam menyuarakan perbedaan sebaiknya kita mempertimbangkan apakah yang akan disampaikan itu tidak akan menyinggung perasaan orang lain? Apakah kita sudah berpikir melingkar dan mempertimbangkannya berdasarkan rasa empati dan hati nurani? Adalah boleh saja jika hal yang akan disampaikan itu hanya menimbulkan perbedaan persepsi. Tapi adalah sebaiknya tidak disampaikan jika hal itu akan berakibat pada terdloliminya orang lain dan retaknya silaturahmi.
Orang yang bisa menjaga sikap dan ucapannya sehingga tidak menyakiti orang lain serta bisa sabar dan easy going dalam menghadapi perbedaan mencirikan seorang yang sudah dewasa. Dewasa tidak serta merta terbentuk hanya lantaran jenjang pendidikan formal. Diperlukan faktor lain untuk membentuk dan menumbuhkembangkannya. Yaitu pemahaman dan pengamalan nilai-nilai agama, moralitas, nilai sosial, dan intensitas keberhasilan kita dalam menghadapai tantangan dan perbedaan.
Matsumoto, 11 Feb 2009
Beasiswa Khusus Guru (Negeri dan Swasta) dari Jepang
-
Info dari Blog tetangga.
Halo semua,
Ada beasiswa khusus guru dari Pemerintah Jepang dengan ketentuan sbb.
PERSYARATAN
1. Lulusan S-1 atau D-4 dan gur...
15 years ago
0 comments:
Post a Comment
Sampaikan komentar Akangs & Tetehs tentang posting di atas.