Oleh
Dede meki mekiyanto
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezki Yang mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh. (Q.S. Adz Dzariat:56-58)
Pembaca yang budiman, Mungkin diantara kita sering mendengar ayat tersebut di atas yang mungkin sebagian berfikir bahwa antara pencarian dunia dan akhirat merupakan dua ruangan yang terpisah yang tidak bercampur satu sama lain. Padahal sesungguhnya tidak, dimana setiap detik nafas kita, setiap detik langkah kita, setiap detik gerakan jari jemari kita dalam mengerjakan tugas kita baik dalam rangka mencari nafkah atau hanya sekedar mengerjakan tugas rutin, didalamnya memiliki nilai luhur yang akan dinilai sebagai kebaikan selama yang kita lakukan adalah pengabdian kepada Allah. Jadi jangan sangka kalau anda seorang ayah sedang bercanda sambil tertawa-tawa dengan anaknya adalah perbuatan sia-sia, karena sang ayah selalu berniat dan berfikir, apa yang dia lakukannya itu adalah untuk membahagiakan makhluk Allah yang masih kecil-kecil yang dititipkan kepadanya. Jadi perspektif mengabdi kepada-Ku adalah Mengabdi dengan seluas-luasnya makna, bisa bermakna mengabdi kepada pelayanan untuk hamba-hamba-Nya yang lain.
Dalam tulisan ini, mari kita belajar untuk sedikit membuka ‘kisi-kisi’ dalam belenggu fikiran kita untuk memasukkan cahaya atau nur dari makna ayat di atas, dengan mengesampingkan segala penutup kisi-kisi yang menutup fikiran dan hati kita.
Sebagai seorang pekerja di suatu perusahaan, penulis memiliki tugas-tugas pokok yang kadang menyita waktu berlebihan dan dalam waktu tertentu jika pulang ke rumah, sesampainya di rumah agak larut malam, sehingga sesampainya di rumah, mungkin hanya sempat melaksanakan shalat Isya dan tidak sempat lagi untuk Membaca Al-Qur’an. Atau misal di bulan Ramadhan, sepertinya dan rasanya begitu kurang ‘jumlah’ atau ‘quantity’ amalannya karena kesibukan. Lantas, apakah apa yang saya lakukan dalam pekerjaan dimana setiap tugas yang diamanatkan juga mengandung pelayanan untuk orang lain ini ‘mengganggu’ amalan ibadah saya? Jika saya mengingat ayat di atas, ternyata tidak. Mengapa? karena setiap detik dan nafas dalam pekerjaan yang diemban, dengan tulus dan ikhlas diabdikan agar kepentingan orang lain atau lebih tepatnya Kebutuhan Hamba Allah lain yang berhubungan dengan pekerjaan ini akan terpenuhi sehingga mereka bisa menikmati kebahagiaan yang secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan pekerjaan kantor.
Akan tetapi tentu ada juga yang berfikiran berbeda. Misal ada seorang pekerja kantoran, di perusahaan yang berskala besar (tentu melayani hajat orang dengan jumlah besar pula), Katakanlah karyawan itu bernama Joni dan perusahaannya adalah PT. Agung , bekerja sebagai karyawan akutansi tepatnya account payable (AP) (=bagian pekerjaan yang mengurusi pembayaran ke supplier). Suatu ketika menjelang ramadhan, mendadak si Joni ingin mengajukan cuti 1 bulan penuh ke atasannya dengan 2 alasan, pertama dia ingin puasa yang akan dilakukannya ingin dipenuhi amalan-amalan sholeh dan tidak terganggu urusan dunia (seperti pekerjaan kantor, dll) kedua, karena dia merasa berhak untuk menggunakan cutinya. Karena atasannya tidak bisa berbuat apa-apa, akhirnya selama sebulan tugas sebagai account payable (AP) diberikan kepada rekan kerja yang lain 2 orang, jadi tugas sebulan dia sebagai AP dikerjakan 50% -50% oleh kedua rekan karyawan. Sambil berlalu si Joni berkata “Sorry yah, aku mau ibadah dulu neh, alhamdulillah di approve cutinya” Apa yang terjadi berikutnya? Kedua rekan kerjanya harus menambah jam kerja hariannya sehingga setiap hari selama ramadhan mereka pulang telat karena mendapatkan kerja tambahan dari rekannya yang ‘cuti untuk ibadah’. Mereka berdua mengerjakan dengan penuh tanggung jawab, sehingga pembayaran ke supplier berjalan dengan lancar. Pembaca yang budiman, dari kisah ini mari kita lihat pada dimensi yang lain, yaitu dimensi suatu keluarga seorang mandor dari sebuah supplier kecil (misal PT. ACI) yang dibayar oleh PT. Agung. Sang mandor memiliki istri yang akan melahirkan, yang tentu akan memerlukan uang untuk proses melahirkan. Beberapa hari yang lalu, sang istri khawatir jika pada saat melahirkan, uang dari kantornya belum dibayar dengan alasan karena belum dibayar oleh PT. Agung itu. Pada beberapa jam sebelum hari H melahirkan, sang istri bertanya lagi kepada suaminya, “mas uang dari kantor sudah datang belum..?” suami menjawab, “insya Allah akan dibayar, mungkin beberapa jam lagi”. Kemudian dia berdoa kepada Allah “Ya Allah, Engkau maha mengetahui, pembayaran dari PT. Agung itu belum ada, Hamba mohon kepadaMu ya Allah, mudahkanlah pembayaran yang dilakukan PT. Agung itu kepada kami, supaya hamba bisa membantu proses lancarnya persalinan ini”. Dan pada beberapa saat sebelum melahirkan, kedua karyawan pengganti si Joni itu melakukan pembayaran sesuai tugas kepada PT. ACI, sehingga PT. ACI bisa membayarkan biaya persalinan dengan lancar kepada sang mandor. Selang berapa lama, persalinan pun berjalan lancar tandapa ada rasa khawatir mengenai uang persalinan. Kemudian, sang mandor dan istrinya berdo’a “Ya Allah, Berikanlah kebaikanMu kepada hambaMu yang membantu kami, yaitu orang yang telah melakukan pembayaran di PT. Agung ke kantor kami, sehingga kami bisa berbahagia hari ini”
Coba anda bayangkan kejadian ini, sebenarnya, siapa yang lebih beruntung? Tentu 2 karyawan pengganti si Joni itulah yang lebih bertuntung, mereka dengan ikhlas mengerjakan tugas tambahannya sehingga di tinggkat yang lebih bawah, telah mampu membahagiakan orang lain walau hanya dengan sedikit proses pembayaran ke salah satu suplier saja. Lihatlah, dengan berfikir memisahkan urusan dunia dan akhiran dengan cara seperti si Joni di atas, Joni telah kehilangan momentum kebaikan yang paling tinggi yang bisa membahagiakan Hamba Allah yang lain.
“Nilai rahasia kebaikan seorang Hamba berada di tangan Allah, bukan bergantung pada hitungan amalan versi kita sendiri/manusia.
Pembaca yang budiman, mungkin bisa kita mulai menuliskan disini beberapa contoh peninjauan segala apapun pekerjaan atau keadaan kita dilihat dari dimensi yang lain yang lebih bermakna
Pertama,
Seorang ayah yang memiliki anak yang kebetulan sedang belajar di rumah, dimana sang anak minta bantuan untuk penyelesaian persoalan yang dia hadapi, padahal sang ayah dalam kondisi lelah habis pulang kerja. Kemudian sebelum membantu sang anak, sang ayah berkata dalam hatinya, “ Ya Allah, dalam lelah tubuhku ini, pastilah Engkau telah sisakan tenaga untuk membahagiakan anak titipan-Mu, dia adalah hamba-Mu yang sedang meminta bantuan aku sebagai Ayahnya, Ya Allah terimalah kebaikanku ini sebagai tasbihku kepadamu” setelah itu, sambil tersenyum dalam lelah, sang ayah dengan antusias membantu anaknya. Dan kemudian, sang anak berbahagia karena telah mendapatkan bantuan penyelesaian masalahnya, sehingga dia bialng “terima kasih ya Ayah, aku jadi mengerti” sambil berbahagia, dia tersenyum.
Kedua,
Seorang istri yang mengerjakan pekerjaan rumah tangga di rumah, dengan penuh keikhlasan dia selalu berkata dalam hatinya, “Ya Allah, Engkau telah titipkan rumah ini kepada kami, engkau telah titipkan anak-anak kepada kami, engkau telah titipkan semua barang-barang di rumah ini kepada kami, jadikanlah sapu ini sebagai tasbihku padaMu, jadikanlah cangkir-cangkir kopi untuk suamiku menjadi shalat sunat ku, jadikanlah belayan tanganku ketika memandikan anak-anak menjadi aliran doa kepada-Mu, dan jadikanlah masakanku menjadi tahajudku kepadaMu, Ya Allah, aku abdikan segala tugas yang ku-emban ini untuk Mu”
Ketiga,
Seorang polisi lalu lintas, dia mengabdi kepada tugasnya agar kondisi lalu lintas berjalan lancar, dia tidak mengeluhkan peluh keringat, debu kendaraan dan kadang dia sering mendapatkan penghinaan dari beberapa pengendara yang tidak menaati peraturan atau malah yang terang-terangan mencemoohkan dia. Dia tetap sabar, tetap teguh pada pekerjaannya. Dalam relung hati dan fikirannya dia berkata, “Ya Allah sang penguasa Alam, maha rahman dan maha rahim, tugas yang kuemban aku abdikan hanya kepadaMu supaya hamba-hamba-Mu di jalan merasanya nyaman, dan mereka bisa beribadah kepada-Mu dengan tenang. Aku tahu jumlah shalatku sangat minim hanya yang fardhu, tetapi, jadikanlah jalan ini sebagai sejadahku sebagai shalat sunatku, jadikalah peluitku sebagai tasbihku padaMu, jadikanlah tanganku sebagai takbirku kepada-Mu, Aku ingin, semua hambaMu yang di jalan ini merasa bahagia karena tugasku.”
Keempat,
Seorang Guru yang mengajar murid-murid dengan penuh semangat dan sabar, dengan penuh keihlasan dia tetap berkata, “Ya Allah, Engkau telah menitipkan ilmuMu kepadaku dan kepada tugasku sebagai Guru, jadikanlah coretan di papan tulis sebagai tasbihku kepadaMu, jadikanlah kelas ini menjadi sajadah bagiku, Aku bergembira karena engkau telah menunjukku untuk mejadi orang terpilih untuk menjadikan hamba-hambaMu yang masih kecil ini berkembang dengan ilmuMu. Aku berbahagia karena aku bisa membahagiakan hamba-hamba-Mu yang masih kecil ini.”
Kelima,
Seorang supir angkot, Meski setiap hari melalui jalan yang sama, sangat monoton, penuh dengan debu, peluh keringat, sang supir angkot tetap berkata, “Ya Allah, Aku sangat senang dan bahagia karena selalu memenuhi kebutuhan hamba-hamba-Mu dalam perjalanan, beberapa dari mereka ingin ke Rumah sakit, ingin ke masjid dll, Akan tetapi Ya Allah, hamba tahu, jumlah shalat hamba hanya minim yang fardhu, oleh karena itu, jadikanlah mobil angkot ini sebagai sajadah untukMu, jadikanlah debu-debu ini menjadi tasbihku untuk Mu, jadikanlah senyumku kepada penumpang, sebagai sedekahku untukMu…”
Keenam,
Pajak penghasilan.
Potongan pajak penghasilan yang dipotong dari kita, sebagian besar dari kita tentu akan merasa dirugikan akibat pemotongan itu, meski menyadari bahwa pajak pada dasarnya adalah untuk kepentingan negara, tetapi sebegitu besarnya persepsi dan belenggu dalam fikiran kita dimana sering terjadinya penyelewengan pajak dimana-mana sehingga membuat sebagian dari kita TIDAK IKLASH penghasilannya di potong. Tetapi mari kita lihat dari dimensi yang lain, dengan mengesampingka kuatnya persepsi tentang penyelewengan pajak yang terjadi. Mengapa kita kesampingkan dulu? karena ini tidak menyangkut dengan mereka, tetapi ini menyangkut dengan nilai abdi kita kepada Allah (This is not about them, this is about me). Kita lihat dimensi lain, dimana akibat dari besarnya pajak yang dipotong dari kita, setelah dikumpulkan di tingkat negara, kemudian digunakan untuk keperluan orang lain (tepatnya adalah HAMBA ALLAH YANG LAIN), ada yang berprofesi guru tk, sd, sma, ada yang berprofesi mantri di kampung, ada yang berprofesi pada dinas sosial yang mengurusi hamba-hamba Allah yang kebetulan sedang kekurangan, dll, sehingga dengan biaya dari pajak tadi, maka berbahagialah Hamba-hamba Allah karennya. Sehingga dengan itu kita bisa berkata “Ya Allah, potongan pajak ini, jelaslah bukan pengurang untukku, tetapi melalui pajak inilah, aku bisa berbagi kebahagiaan dengan hamba-hambaMu yang lain yang belum tentu aku sanggup menggapainya, jangan-jangan ada hamba Mu yang sedang diujung kebinasaan, melalui pajak yang dipotong dari penghasilan ini, Engkau telah menyelematkan Mereka, dan akhirnya mereke berbahagia, Ya Allah, jadikanlah potongan pajak ini sebagai pengabdianku kepada Mu”
Ke tujuh, dst…. (silahkan teruskan…..)
Pembaca yang budiman, meski tulisan ini panjang, semoga bermanfaat.
Marilah kita belajar untuk membuka fikiran kita dari maksud ayat di atas, batasan ruang antara urusan dunia dan akhirat, hanyalah bagaimana niat dan perilakukan segala aya yang kita perbuat untuk Allah.
Boleh Jadi meskipun namanya shalat di masjid adalah untuk akhirat, dia bisa berubah menjadi dunia, ketika niat sombong dan ria menjadi utama, boleh jadi meski namanya kita bekerja sebagai tukang bengkel, bisa menjadi nilai akhirat ketika kita berniat dan memperilakukan pekerjaan tukang bengkel untuk mengabdi kepada Allah dengan cara melayani Hamba-hambaNya yang memerlukan, agar kendaraannya aman dan menyelamatkan.
"Allah-lah yang menjadikan bumi bagi kalian tempat menetap dan langit sebagai atap, lalu membentuk kalian, membaguskan rupa kalian serta memberi kalian rizki dari sebagian yang baik-baik yang demikian itu adalah Allah Tuhanmu, Maha Agung Allah, Tuhan semesta alam." (Al Mu'min: 64)
Wassalam
Dedemeki
www.fai-kao.com
Beasiswa Khusus Guru (Negeri dan Swasta) dari Jepang
-
Info dari Blog tetangga.
Halo semua,
Ada beasiswa khusus guru dari Pemerintah Jepang dengan ketentuan sbb.
PERSYARATAN
1. Lulusan S-1 atau D-4 dan gur...
15 years ago